Kesadaran akan kekayaan budaya sendiri, semakin menunjukkan jati diri Indonesia yang sesungguhnya. Seperti informasi yang akan saya ceritakan, bukan hanya jati diri, tetapi juga makna dan arti yang sesungguhnya dalam budaya tersebut. Pemerintahan di Jawa Barat, Subang, kota Bandung, Kabupaten Bandung, Cianjur, Purwakarta dan daerah lainnya. Mulai mewajibkan penggunaan pakaian adat dalam melaksanakan tugas pemerintahannya, untuk mengingatkan mereka berasal dari Jawa Barat. Selain itu juga terkandung sejarah terkait pakaian adat tersebut. Untuk Sunda terutama, pakaian pangsi dan iket untuk kaum prianya. Walaupun sebenarnya sejak jaman penjajahan, memang orang Sunda atau yang berasal dari Jawa Barat memang sudah menggunakan iket, pangsi dan lain sebagainya.
Pernahkah anda menyaksikan pagelaran atau pertunjukan wayang golek dalam tradisi atau budaya Sunda? Nah biasanya selalu muncul 3 tokoh punakawan yang jenaka, mengocok perut dan memberikan nasihat-nasihat kehidupan dalam penampilannya. Yaitu Cepot, Gareng dan Dewala, Cepot adalah tokoh yang paling terkenal di antara ketiganya. Cepot dalam setiap pementasannya, adalah sosok wayang golek berkulit merah, gigi tonggos, dan tak lupa selalu menggunakan tutup kepala yang disebut sebagai iket. Selain pada pertunjukkan wayang golek, ketika ada perhelatan resmi seperti upacara adat dan musyawarah adat, di tatar sunda para pria juga selalu menggunakan selembar kain yang dibentuk sedemikian rupa dan digunakan sebagai penutup kepala. Nah penutup kepala tersebut yang biasa disebut dengan totopong, iket ataupun udeng (istilah udeng hampir sama dengan yang berada di Bali).

Saya mencoba menggali lebih dalam, “…saceundeung kaen”(Bujangga Manik, isi naskah baris 36). Kalimat tersebut mengandung arti selembar kain yang sering digunakan sebagai penutup kepala. Penggalan kalimat saceundeung kaen tersebut terdapat dalam naskah kuno Bujangga Manik yang menceritakan perjalanan Prabu Jaya Pakuan, seorang Raja Pakuan Pajajaran yang memilih hidupnya untuk menjadi seorang Resi atau Pertapa (Pakuan adalah sebutan untuk daerah Jawa Barat dahulu kala), diperkirakan ditulis sekitar abad ke-14. Iket dalam budaya sunda memiliki filosofi tersendiri yang disebut Makutawangsa. Filosofi tersebut “sing saha bae anu make iket ieu, maka dirinan kudu ngalakonkeun Pancadharma” yang artinya barang siapa yang menggunakan iket ini, harus menjalankan Pancadharma.” Panca berarti lima, dharma artinya hukum, aturan atau ketentuan. Isi hukum Pancadharma adalah apal jeung hormat ka purwadaksi diri (menyadari dan menghormati asal usul diri sendiri), tunduk kana hukum jeung aturan (tunduk akan hukum dan tata tertib/aturan), berilmu (harus terus mencari ilmu, dilarang untuk bodoh), mengagungkan Sang Hyang Tunggal(Selalu memuji dan tunduk terhadap sang pencipta Tuhan Yang Maha Esa), berbakti kepada bangsa dan negara.
Ternyata dari sebuah penutup kepala yang sederhana, begitu dalam maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan ternyata apabila kita menyadari betapa berat tanggung jawab pemakai iket, karena ia harus bisa menjalankan Pancadharma tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, dan ternyata memang tidak salah mengapa pemerintahan Jawa Barat begitu hebatnya dan gencar agar para pelayan masyarakat ataupun warga sunda menggunakan iket. Semuanya memiliki maksud dan tujuan agar kita bisa menjaga hawa nafsu dan pikiran kita sebagai manusia. Coba kita telaah dengan satu aturan saja, yaitu kita menyadari asal usul diri sendiri, kita dilahirkan ke dunia ini sebagai mahluk yang lemah, hina dan tak memiliki apa-apa, jadi dalam kehidupan sehari-hari diajarkan untuk selalu rendah hati dan tidak sombong, karena kita tidak punya sesuatu yang hebat apalagi di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, harta, tahta ataupun yang lainnya tidak ada harganya.
Jadi alangkah malunya kita sebagai manusia, warga Indonesia ataupun khususnya orang sunda sendiri ternyata tidak memiliki rasa rendah hati dan menghormati orang lain, malah bertindak sombong dan semena-mena. Berarti budaya yang begitu agung, dan sebenarnya sudah lama ada dalam tradisi kita hilang dan luntur, sehingga tak aneh sesama orang sunda ataupun warga Indonesia, berseteru, bertikai, bahkan yang lebih mengerikannya sampai saling membunuh. Apakah anda tak sadar yang dilakukan ketika membunuh atau bertikai adalah saudara anda sendiri walaupun bukan dari garis keturunan, berarti sudah hilang akal sehat kita? Jadi marilah gali kembali dan pelajari budaya sendiri, agar anda bisa menjadi manusia Indonesia seutuhnya ataupun orang sunda pituin (asli atau murni), yang mencintai dan menghargai budayanya sendiri. Karena budaya tersebut diciptakan dari akal, rasa, dan ratusan tahun lamanya, tidak mungkin tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari. Jadilah manusia Indonesia yang berbudaya, sehingga Indonesia di mata dunia terus terjaga keharuman namanya, seperti saat sebelum dijajah, kita adalah bangsa yang hebat karena keramahannya pada pendatang ataupun tamu. Mari bersama-sama kita gali dan praktekan budaya tercinta, dari hal yang sederhana terlebih dahulu. Mudah-mudahan informasi ini bermanfaat bagi rekan-rekan, apabila ada tambahan informasi lain saya tunggu komentar dan masukannya.

Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 
Top